Advertisement
Oleh: Rozal Nawafil, S.Tr.IP.
Dalam denyut lembut ombak Samudera Hindia, terbentang pesisir barat Aceh—wilayah yang dahulu menjadi nadi perdagangan global berabad-abad lamanya: Jalur Rempah. Jalur ini bukan sekadar lorong dagang, melainkan ruang pertemuan peradaban, budaya, dan ilmu pengetahuan yang membentuk identitas masyarakat pesisir. Kini, di tengah geliat sejarah yang nyaris terlupakan, sebuah gerakan muda bernama Aceh Culture and Education (ACTION) bangkit menghidupkan kembali denyut dan nyala Jalur Rempah Barsela (Barat Selatan Aceh) dengan semangat riset, edukasi, dan budaya yang membumi. Komunitas ini bangkit bukan sekadar untuk mengenang masa silam, melainkan untuk menyulam kembali utuh identitas budaya, pendidikan, dan jalur rempah yang telah lama terlelap di arsip dan debur sejarah.
Didirikan pada 2 Mei 2017, Aceh Culture and Education (ACTION) lahir sebagai lembaga berbasis masyarakat yang bertujuan memperkuat pendidikan dan kebudayaan Aceh. Seiring waktu, ACTION mengembangkan Balitbang (Badan Penelitian dan Pengembangan) pada 2019, dan membentuk ACTION Publishing untuk menerbitkan karya-karya lokal. Salah satu tonggak penting lahir pada 7 Januari 2024, saat resminya Museum Sejarah Susoh, museum pertama di wilayah Barat Selatan Aceh dan menjadi episentrum gerakan ACTION.
Jalur Rempah Barsela: Warisan yang Terlupakan
Wilayah Barat Selatan Aceh (Barsela)—yang membentang dari Lembah Geurutee hingga Kluet Raya dan Singkel—dulu dikenal sebagai poros penting dalam Jalur Rempah global. Studi sejarah mencatat jalur rempah Barsela bersinar antara akhir abad ke-18 hingga akhir abad ke-19, dengan bandar utama seperti Rigaih, Meulaboh, Kuala Batu, Susoh, Meukek, Trumon dan Singkil tercatat sebagai pelabuhan lada yang strategis. Di sinilah lada hitam dan pala dari pedalaman Aceh diekspor ke pedagang Inggris, Amerika, Arab, dan India. Diperkirakan ekspor lada dari setiap pelabuhan di wilayah ini mencapai puluhan ribu pikul per tahun (1 pikul ≈ 65–75 kg). Bahkan Trumon pernah berjaya lewat ekspor lada sebesar 40.000 pikul/tahun, menghasilkan keuntungan besar dan menyaingi pusat Bandar Aceh.
Bandar Susoh juga pernah menjadi salah satu titik ekspor lada terbesar di pesisir barat Sumatra pada abad ke-18. Pada 1787, Syahbandar Susoh Leubee Dapa menandatangani perjanjian lada dengan Inggris, dan pada 1803 berhasil mengekspor sekitar 5.000 ton lada ke wilayah New England (pantai timur Amerika Serikat) —sebuah bukti betapa pentingnya posisi Barsela dalam jaringan dagang dunia.
Sejak sekitar tahun 1778, pedagang dari kawasan Coromandel (India) secara reguler membawa pulang muatan 150–200 ton lada per kapal per tahun dari Susoh. Kapal‑kapal tersebut umumnya tiba pada bulan Agustus dan berlayar kembali menjelang Februari–Maret.
Dalam abad ke-19, perdagangan lada dari Barsela menjadi arena diplomasi, persaingan kolonial, dan perlawanan rakyat. Nama seperti Leubee Dapa, tokoh penggerak utama yang membentuk jalur rempah Barsela sebagai pusat ekonomi global di masanya dan Po Adam, syahbandar Pulau Kayu yang cenderung pro-Amerika, hingga Teuku Bentara Mahmud Setia Raja, pemimpin gerilya Blangpidie yang melawan Belanda, menjadi saksi bagaimana lada bukan sekadar komoditas—melainkan simbol kedaulatan dan martabat lokal.
Namun sayang, setelah kemerdekaan, ingatan akan jalur rempah ini memudar. Nyala maritim memudar, perdagangan rempah sepi, dan warisan tak terangkat. Sampai akhirnya, ACTION datang menyulut bara lama itu kembali.
ACTION: Akar, Sayap, dan Nyala Pemuda
- Festival Jalur Rempah Barsela, yang terdiri dari Duek Pakat Kebudayaan, pameran kebudayaan, workshop ekonomi rempah, meuseuraya situs bersejarah, dan seminar sejarah jalur rempah.
- Penelitian & Museum, melakukan penelitian di berbagai bidang: arkeologi, filologi, dan numismatik sebagai dasar pengumpulan koleksi sejarah lokal, khususnya melalui Museum Sejarah Susoh.
- Pameran & Kebudayaan, PKA‑8 (Pekan Kebudayaan Aceh ke‑8) pada November 2023, Balitbang ACTION memperkenalkan Expo Sejarah Rempah Bandar Susoh, lengkap dengan artefak, dokumen, rempah asli, serta buku terbitan sendiri. Tujuannya: mengukuhkan kembali posisi Bandar Susoh sebagai bagian penting jalur rempah Aceh dan dunia.
- Literasi & Publikasi, menerbitkan buku dan menggelar diskusi literasi—termasuk Sarasehan Aceh Culture and Education—untuk memperkuat budaya baca dan rekam jejak gagasan lokal.
- Pemetaan dan Pelestarian Situs Sejarah, bekerja sama dengan tim konservasi lokal, sejarawan, dan masyarakat setempat.
- Digitalisasi Arsip dan Penerbitan, termasuk buku sejarah lokal, manuskrip-manuskrip, dan peta Jalur Rempah.
Museum Susoh: Menjaga Ingatan, Menyemai Harapan
Di gerbang Kecamatan Susoh, Museum Susoh berdiri sederhana namun menyimpan khazanah luar biasa. Dibuka untuk publik sejak 7 Januari 2024 oleh Penjabat Bupati Aceh Barat Daya, museum ini menampilkan artefak dari masa kesultanan hingga perang kolonial, seperti berbagai koin mata uang, ukiran-ukiran dan motif-motif lokal, keramik-keramik kuno, berbagai senjata tradisional dan perjuangan rakyat termasuk pedang Teuku Ben Mahmud, tongkat Habib Abdurrahman al-Yamani; pendiri Masjid Pusako Susoh, pelaminan Susoh tahun 1930, berbagai manuskrip, termasuk surat jual beli, kitab-kitab kuno, cap penguasa lokal, berbagai foto bersejarah dan peta-peta kuno jalur rempah.
Koleksi Museum Sejarah Susoh tak hanya artefak—mulai dari arkeologi, filologi, hingga numismatik—melainkan narasi yang dibangun dari penelitian Balitbang ACTION selama beberapa tahun terakhir . Museum ini berfungsi sebagai ruang edukasi hidup dan identitas lokal, bukan sekadar tempat penyimpanan benda sejarah.
ACTION menjadikan museum ini sebagai panggung utama edukasi sejarah, menyelenggarakan tur pelajar, diskusi budaya, hingga revitalisasi pameran tematik. Mereka tidak menunggu negara datang memberi—mereka hadir, merawat, dan membagikan warisan sejarah itu secara aktif.
Festival Jalur Rempah Barsela 2025: Aroma Sejarah yang Dihembus Nafas Budaya
Pada 19–28 Juli 2025, ACTION menggagas Festival Jalur Rempah Barsela, bekerja sama dengan Kementerian Kebudayaan RI dan Balai Pelestarian Wilayah I. Festival yang mengusung tema “Menelusuri Masa Keemasan Perdagangan Rempah di Pesisir Barat‑Selatan Aceh” menampilkan serangkaian kegiatan utama:
- Duek Pakat Kebudayaan – pembuka festival (19 Juli) di halaman Museum Susoh, mempertemukan tokoh budaya dari lima kabupaten Barsela untuk mencapai kesepakatan pelestarian budaya lokal.
- Pameran Kebudayaan – 21–22 Juli di Museum Susoh, memamerkan artefak, dokumen, rempah asli, dan buku terbitan ACTION .
- Workshop Ekonomi Rempah – 23 Juli, fokus pada hilirisasi serta peluang UMKM rempah lokal.
- Basarayo Situs Sejarah – 24 Juli di Madat Labai Dappa, mengangkat situs bersejarah dalam konteks calon cagar budaya.
- Seminar Jalur Rempah – 28 Juli di Aula Teungku Chik Di Kila Bappeda Abdya, memunculkan kesadaran bahwa rempah adalah jejak tamaddun dunia.
Menghidupkan Ekonomi dari Akar Budaya
Tak sekadar romantisme sejarah, ACTION melihat rempah sebagai peluang ekonomi masa depan. Mereka mendorong pemberdayaan petani lada dan nilam melalui koperasi milenial, pengembangan produk turunan rempah seperti sabun herbal, minyak atsiri, dan teh lada dan wisata sejarah rempah, termasuk tur pelabuhan lama, rute gerilya, dan jejak Bandar Susoh dan Kuala Batu.
Mereka juga berencana akan dikembangkan “Laboratorium Rempah” dan “Kuliner Rempah Barsela” — sebagai pusat inovasi, pelatihan, dan penciptaan produk turunan rempah berbasis masyarakat. Inisiatif ini bertujuan untuk menghadirkan produk oleh-oleh khas rempah Aceh Barat Daya, yang tidak hanya enak dinikmati tetapi juga bernilai budaya.
Dari Aceh ke Dunia: Jalur Rempah yang Mulai Bangkit
Kini, setelah nyaris terlupakan selama lebih dari satu abad, Jalur Rempah Barsela mulai dihidupkan kembali melalui serangkaian inisiatif lokal yang digerakkan oleh komunitas dan generasi muda. Melalui program seperti Festival Jalur Rempah Barsela dan riset sejarah, ACTION menenun ulang kisah kejayaan Barsela sebagai simpul penting dalam jaringan rempah dunia.
Gerakan ini menunjukkan bahwa sejarah bukanlah milik masa lalu semata, melainkan bahan bakar untuk masa depan. Dengan membangkitkan Jalur Rempah Barsela, ACTION tidak hanya membangun kembali koneksi ekonomi berbasis lokal, tetapi juga memperkenalkan wajah baru Aceh kepada dunia—sebuah wilayah yang pernah berdiri gagah di pentas global dan kini siap menggaungkan kembali kisahnya dari pesisir Barat Selatan ke dunia internasional.
Jalur Rempah: Jejak yang Tak Akan Hilang
Jalur rempah bukan hanya urusan rempah. Ia adalah soal identitas, ketahanan budaya, dan kedaulatan ekonomi. Dan pemuda Aceh, melalui ACTION dan Museum Susoh, telah mengambil peran utama: menjadi juru ingat dan penjaga jejak.
Menghidupkan Jalur Rempah Barsela bukan sekadar proyek romantik masa lalu. Bagi ACTION, ini adalah strategi masa depan. Edukasi, literasi, arkeologi komunitas, dan festival budaya menjadi bagian dari strategi yang mereka bangun untuk membangkitkan kembali identitas Barsela.
Museum Susoh menjadi pusat narasi sejarah lokal. Festival Jalur Rempah menjadi panggung yang mempertemukan penggiat budaya, akademisi, pengusaha rempah, dan warga untuk merancang masa depan yang berdasarkan sejarah.
Dari Susoh–Aceh Darussalam hingga Salem–Amerika Serikat, dari aroma lada hingga lembaran naskah tua, dari pedang perlawanan hingga meja diskusi—semua berkumpul dalam satu kata: ACTION.