Nasional.Top

lisensi

Advertisement

Advertisement
Redaksi
Kamis, 02 Mei 2024, 00:00 WIB
Last Updated 2024-05-05T04:05:55Z
NewsOpini

5 Mei, Hari Pendidikan Islam

Advertisement

Rozal Nawafil, S.Tr.IP. Ketua Bidang Dakwah, Sosial dan Ekonomi Kreatif Pengurus Besar Kesatuan Mahasiswa Tarbiyah Islamiyah

Bulan Mei merupakan bulan penting bagi dunia pendidikan di Indonesia. Setiap tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Penepatan Hardiknas ini mengacu pada tanggal kelahiran Bapak Pendidikan Nasional, Raden Mas Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara, pendiri Taman Siswa dan Menteri Pengajaran (Pendidikan) RI pertama.


Selain peringatan Hardiknas, juga terdapat momen lainnya di Bulan Mei. Tanggal 17 Mei diperingati sebagai Hari Buku Nasional. Kemudian 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang menandai geliat awal gerakan aktivis cendekia dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Rentetan momentum inilah yang mendasari Kemendikbud menetapkan bulan Mei sebagai bulan pendidikan dan kebudayaan.


Bagi warga Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), bulan Mei tidak hanya diperingati sebagai bulan pendidikan dan kebudayaan nasional namun lebih dari itu juga merupakan bulan pendidikan dan kebudayaan Islam. Tepatnya tanggal 5 Mei merupakan Hari Pendidikan Islam (Tarbiyah Islamiyah). 


Mengapa warga PERTI menyebut 5 Mei sebagai Hari Pendidikan Islam. Hal ini karena 5 Mei adalah tanggal berdirinya Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), organisasi Islam di Indonesia yang bergerak dalam bidang pendidikan, dakwah dan amal sosial. 


Pada 5 Mei 1928 atau bertepatan dengan 15 Zulqaidah 1349 H, Syaikh Sulaiman Arrasuli (Inyiak Canduang) mendirikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Candung, Syaikh Muhammad Jamil Jaho (Inyiak Jaho) mendirikan MTI Jaho, Syaikh Abdul Wahid Ash-Shalihi mendirikan MTI Tobek Godang dan Syaikh Muhammad Arifin al-Arsyadi mendirikan MTI Batu Hampar. Pendirian keempat MTI ini kemudian memicu berdirinya MTI-MTI lain di berbagai daerah.


Pendirian MTI merupakan upaya transformasi sistem pendidikan Islam dari sistem halakah menjadi sistem klasikal yang modern. MTI sebagai Lembaga Pendidikan, yang berorientasi pada tafaqquh fiddin, hadir untuk mempertahankan i’tiqad ahl al-sunnah wa al-jama’āh, akidah Asyari, mazhab Syafi’i dan tasawuf. Selain itu juga menjadi benteng tarekat yang mu’tabarah serta wadah moderasi dan moderenisasi adat yang kawi dan syara’ yang lazim.  


Selanjutnya, pada 19-20 Mei 1930, Inyiak Canduang mengumpulkan ulama-ulama Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy-Syafiiyah yang juga pimpinan-pimpinan MTI dalam Rapat Besar di Surau Tangah, Canduang untuk membicarakan masa depan MTI. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan untuk membentuk organisasi dengan nama Persatuan Tarbiyah Islamiyah dan menetapkan 5 Mei 1928 sebagai hari lahir Persatuan Tarbiyah Islamiyah.


Tepat pada 5 Mei 2024 ini, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) telah memasuki usia yang ke-96 tahun. Usia yang tergolong tua bahkan sepuh sebagai organisasi Islam di Indonesia yang hampir berusia satu abad dan bahkan disebut merupakan ormas Islam terbesar ke-tiga di Indonesia setelah NU dan Muhammadiyah.


Dalam usianya yang sepuh itu, PERTI tentunya telah banyak mewarnai sejarah perkembangan dunia pendidikan dan kebudayaan Islam di Indonesia dan telah melahirkan rangkaian karya dan bakti untuk agama, bangsa dan negara. Tidak hanya menaungi MTI atau lembaga pendidikan Islam di berbagai daerah. Gagasan dan karya para pengurus dan jama’ah PERTI juga turut mewarnai perkembangan pendidikan dan kebudayaan Islam. 


Dalam bidang pendidikan, selain dengan membentuk dan mewadahi MTI atau nama lain atau Lembaga Pendidikan baik Dasar, Menengah dan Tinggi yang berafiliasi dengan PERTI di seluruh Indonesia. Para ulama, cendekiawan dan tokoh PERTI juga banyak menghasilkan karya hebat dan masyhur dalam khazzanah intelektual Islam.


Sebut saja tulisan Ketua Umum PERTI 1938-1950; 1962-1965, Buya Kyai Haji Sirajuddin Abbas, seperti diantaranya I'tiqad Ahlussunnah Wal Jama'ah, 40 Masalah Populer, dll yang telah menjadi bacaan wajib santri pondok pesantren di seluruh Indonesia. Begitupun ulama besar dan tokoh PERTI lainnya telah banyak mencurahkan segala potensi keilmuan serta peranannya secara nyata (konkret) bagi kebaikan negeri. 


Dalam bidang kebudayaan, PERTI juga berjuang mengembalikan ruh kebudayaan dengan mendasarkan ke-Tarbiyah Islamiyah-annya yang khas dengan tetap melestarikan dan menguatkan harmoni antara adat budaya dengan hukum syara', dalam artian menyelenggarakan kehidupan adat yang bersendikan syariat Islam.


Sehingga berdirinya PERTI juga dapat dimaknai sebagai momentum penguatan kembali Kebudayaan Islam. Oleh karenanya tidak salah menyebut bulan Mei yang merupakan bulan lahirnya Persatuan Tarbiyah Islamiyah sebagai bulan Pendidikan dan Kebudayaan Islam. 


Persatuan Tarbiyah Islamiyah awalnya merupakan satu-satunya ormas Islam di Indonesia yang mengusung kata Tarbiyah sebagai identitasnya. Namun belakangnya juga muncul gerakan baru yang menggunakan term yang sama namun memiliki misi yang berbeda bahkan bertolak belakang dengan PERTI.


Jika PERTI berjuang membangun diskursus Islam tanpa mesti membuang kemaslahatan adat budaya di dalamnya namun gerakan baru tersebut malah berupaya menghilangan ruh kebudayaan dan menggesernya kepada pengeksklusifan paradigma tertentu. Hal ini tentu mencederai term Tarbiyah (PERTI) sebagai gerakan Islam yang ramah, tawasuth dan moderat di Indonesia.


Tarbiyah Islamiyah merupakan khidmat sejati pergerakan PERTI untuk teguh pada prinsip persatuan, pendidikan dan keislaman. Tarbiyah Islamiyah bagi warga PERTI adalah (1). lembaga pendidikan Islam, (2). organisasi kemasyarakatan Islam, dan (3). "madzhab" berfikir dalam Islam yang bertumpu pada i'tiqad Ahlussunnah wal Jamaah (Sunni Asya'irah dalam berakidah, Syafi'i dalam berfikih, dan al-Junaid wa al-Ghazali dalam bertasawuf). Sehingga manusia yang masuk dalam salah satunya, maka merekalah orang PERTI atau orang Tarbiyah.


Kata Tarbiyah sangat istimewa karena berakar pada konsep paling sentral dalam teologi Islam, yaitu Rabb (Tuhan). Selain Rabb, dalam Islam, konsep Tuhan juga dikenal melalui istilah Ilah. Jika Ilah merujuk pada konsep Tuhan yang “pasif,” yaitu sebagai Yang Disembah, maka Rabb adalah konsep Tuhan yang lebih “aktif,” yaitu sebagai pengatur dan pencipta.


Secara leksikal dapat disimpulkan bahwa konsep pendidikan sangat erat dengan konsep Tuhan sebagai pengatur dan pencipta. Pendidikan dapat dikatakan sebagai upaya manusia memahami karya, sifat, maupun perilaku Tuhan. Wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad secara implisit menjelaskan esensi pendidikan.

 

"Bacalah dengan nama Rabb mu yang telah menciptakan, Ia menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan Rabb mu lah yang Maha Mulia, yang telah mengajarkan manusia dengan qalam, Ia mengajarkan apa yang manusia tidak ketahui." (Q.S. Al-‘Alaq ayat 1-5)


Ayat-ayat tersebut mengindikasikan tiga aspek dasar pendidikan: tujuan, substansi, dan metode pendidikan. 


Pertama, dalam hal tujuan, ayat-ayat tersebut jelas menunjukkan bahwa episentrum dari semua proses pendidikan (Tarbiyah) adalah pengenalan akan Tuhan (Rabb): eksistensi-Nya sebagai pencipta, proses penciptaan yang Ia lakukan, dan sifat-Nya yang Maha Mulia.

 

Kedua, secara substansi, ada dua hal yang semestinya dikandung dalam pendidikan: ilmu pengetahuan dan akhlak. Kita diperintahkan membaca dan meneliti ciptaan Tuhan, terutama ciptaan-Nya yang paling sempurna, manusia. Ini adalah aspek ilmu pengetahuan. Selain itu, Tuhan juga menunjukkan diri-Nya sebagai yang Maha Pemurah. Ini adalah pelajaran tentang akhlak, karena manusia juga dituntut untuk meniru akhlak Tuhan dalam batas-batas kemanusiannya (takhalluq bi akhlaq-i-llah).

 

Ketiga, mengenai metode, jelas disebutkan pendidikan ditempuh dengan dua cara: membaca (qira’ah) dan mengajar (ta’lim). Dua hal ini semestinya dilakukan secara berurutan. Pendidikan harus didahului dengan membaca, bahkan perintah “membaca” ini diulang dua kali. Membaca dalam hal ini bisa bermakna denotatif dalam arti membaca tulisan atau bermakna simbolik yang berarti mengamati atau memikirkan tentang ciptaan Tuhan.


Pemberian nama Persatuan Tarbiyah Islamiyah sebagai nama organisasi oleh para masyaikh pendiri, menunjukkan spirit utama khidmat organisasi ini. Menurut Prof Duski Samad, terdapat dua perspektif yang bisa diambil dari pilihan nama ini.


Pertama. Dari perspektif linguistik, Persatuan artinya kesepakatan untuk bersatu dan bekerja bersama, mengakui keragaman untuk kemudian dicarikan titik temu guna mencapai tujuan bersama. Tarbiyah artinya pendidikan yakni usaha sadar dan terencana untuk satu proses perubahan untuk menjadi lebih baik.  Kata Islamiyah disini maknanya menjadikan Islam sebagai sifat, karakter dan identitas semua gerak organisasi.


Kedua. Menyandingkan tiga kata sarat nilai Persatuan, Tarbiyah dan Islamiyah merupakan baiat dan mandat yang harus terus dijaga serta dikembangkan oleh pewaris mandat ulama pendiri PERTI. Karenanya tidak berlebihan bila dikatakan bahwa pilihan nama itu menyatakan bahwa persatuan dalam mensukseskan pendidikan adalah fardhu’ain. Persatuan dalam bingkai Islam adalah tali kokoh kehidupan bersama. Pendidikan sulit bisa berhasil tanpa didasari persatuan. Pendidikan yang bersatu juga akan kehilangan makna ketika warna Islam tidak melekat padanya.


Pada Milad kali ini, PERTI mengambil tema "Dengan Milad ke-96, PERTI Berbenah, Bersatu, Untuk Indonesia Yang Lebih Maju, Menuju 1 Abad PERTI". Kita bersyukur PERTI sampai sekarang masih terus eksis. PERTI juga memiliki banyak ulama besar yang atas kiprah perjuangan mereka dahulu patut kita kirimkan doa dan salam kebahagiaan.


Kini, pertanyaan yang ditujukan kepada setiap warga Tarbiyyin (sebutan untuk orang PERTI): Siapa ulama dan tokoh PERTI saat ini yang kita jadikan panutan dan teladan; Apa yang telah kita kerjakan terhadap amanah yang dititipkan oleh para masyaikh dan muassis terhadap organisasi, madrasah dan ajaran PERTI.


Dalam tahun politik seperti saat ini, organisasi PERTI, pengurus dan jama'ahnya dihadapkan dengan ujian yang besar dalam upaya menjaga khittah islahiyahnya. Oleh karena itu, organisasi PERTI harus tetap fokus pada koridor Tarbiyah Islamiyah. Warga PERTI harus terus berupaya mentarbiyahkan diri agar senantiasa dekat dengan Allah Rabbul 'Alamin dan bermanfaat bagi ciptaan-Nya. Kita tarbiyahkan islamiyah kita dan kita islamiyahkan tarbiyah kita.


Adapun regenerasi kepemimpinan merupakan keniscayaan. Melangkah maju adalah mutlak. Oleh sebab itu, PERTI harus mampu bertahan dan bergerak kedepan secara bulat, utuh, mandiri, dan berjamaah, serta harus kembali ke bingkai perjuangan yang hakiki dan fundamental.


Semoga semakin jaya dan bermanfaat untuk umat, bangsa dan negara, Dirgahayu PERTI.!!



Penulis : Rozal Nawafil, S.Tr.IP. Ketua Pengurus Besar Kesatuan Mahasiswa Tarbiyah Islamiyah (PB KMTI) Bidang Dakwah, Sosial dan Ekonomi Kreatif