Advertisement
Rozal Nawafil dan Fadhlurrahman |
NASIONAL.TOP - Jakarta - Pengurus Besar Kesatuan Mahasiswa Tarbiyah Islamiyah (PB KMTI) memandang Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) perlu membentuk dan mengaktifkan organisasi serumpunnya di tingkat pelajar. Usulan tersebut disampaikan oleh Ketua Bidang Dakwah, Sosial dan Ekonomi Kreatif PB KMTI Rozal Nawafil dan Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga, Informasi dan Komunikasi PB KMTI Fadhlurrahman, pada hari Rabu (17/5/2023).
Rozal Nawafil, S.Tr.IP., Ketua Bidang Dakwah, Sosial dan Ekonomi Kreatif PB KMTI mengungkapkan bahwa PERTI perlu kembali menghidupkan organisasi serumpunnya di tingkat pelajar. Hal ini sebab sebelumnya organisasi pelajar PERTI pernah aktif dan eksis secara nasional serta memiliki kiprah dan peran penting pada masa revolusi Indonesia.
Sejarah mencatat, PERTI dalam kongres ke-X pernah membentuk organisasi di tingkat pelajar bernama Gerakan Pelajar Islam Indonesia (GERPII) pada 5 Februari 1965. Pembentukan GERPII saat itu merupakan tindak lanjut dari hasil Kongres ke-IX tanggal 13-20 Januari 1962 yang merekomendasikan pembentukan organisasi sayap (underbow) PERTI seperti Gerakan Mahasiswa Islam Indonesia (GERMAHI), Gerakan Pelajar Islam Indonesia (GERPII), Gerakan Buruh Muslimin Indonesia (GERBUMI), Gerakan Tani Muslimin Indonesia (GERTAMI), dan Lembaga Kesenian dan Kebudayaan Islam (LEKSI).
Pasca G30S/PKI, GERPII aktif menyuarakan anti komunisme. Pada 27 Oktober 1965, GERPII bersama Gerakan Pemuda Pancasila (GP), GSNI (Gerakan Siswa Nasional Indonesia), GSKI (Gerakan Siswa Kristen Indonesia), IPNU (Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama) dan Serikat Pelajar Muslimin Indonesia (SEPMI) bersama-sama membentuk Front Pelajar.
Front Pelajar saat itu mengeluarkan pernyataan bahwa G30S/PKI adalah gerakan kontra revolusioner yang terkutuk; Front Pelajar tetap setia kepada Presiden; Meminta Presiden membubarkan PKI dan underbouwnya termasuk Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) serta organisasi massa dan politik lainnya yang terlibat dalam G30S; dan Mendukung penuh keputusan Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan untuk menangguhkan ormas-ormas di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang terlibat dalam G30S termasuk IPPI.
Pada tahun 1966, GERPII bersama IPNU, PII, IMM, GSNI, GP, SEPMI, IP Alwashliyah, PERPEKI, IPMA, PPSK, Pelajar PNI Osa-Usep dan IPPI-Pancasila membentuk Massa Pelajar Progresif Revolusioner. Massa Pelajar kemudian menyampaikan dukungannya terhadap TRITURA yang diserukan oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) serta Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), dan lain-lain serta didukung oleh ABRI.
Selanjutnya Rozal menjelaskan bahwa sejatinya keberadaan organisasi pelajar PERTI telah ada jauh sebelum terbentuknya GERPII bahkan sebelum kemerdekaan RI. Kongres ke-II PERTI di Bukittinggi pada bulan April 1939 telah menghasilkan beberapa saran untuk membentuk badan-badan, kursus-kursus, dan organisasi-organisasi penyokong dakwah PERTI, sehingga terbentuklah beberapa lembaga seperti Badan Studie Fonds (BSF), Tarbiyatul Ummahat, Persatuan Pemuda Islam Indonesia (PERPINDO), Persatuan Murid-Murid Tarbiyah Islamiyah (PMTI), dan Kepanduan al-Anshar yang kemudian dileburkan kedalam Gerakan Pramuka.
Lebih lanjut, anak siak (santri) di beberapa Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) dan sekolah-sekolah PERTI juga pernah membentuk beberapa organisasi pelajar yaitu Persatuan Murid Tarbiyah Islamiyah (PMTI), Ikatan Pelajar Sekolah-Sekolah Perti (IPSP), Ikatan Pelajar Tarbiyah Islamiyah (IPTI), Organisasi Santri Tarbiyah Islamiyah (OSTI) dan Persatuan Anak Siak Tarbiyah Islamiyah (PASTI).
Saat terjadi perpecahan PERTI - TARBIYAH, GERPII kemudian bertransformasi menjadi Organisasi Pelajar Islam (OPI). OPI yang secara nasional saat itu berkedudukan di Jakarta tetap diakui sebagai organisasi serumpun PERTI di tingkat pelajar. Sementara itu di TARBIYAH, Ikatan Pelajar Tarbiyah Islamiyah dileburkan menjadi Ikatan Pemuda Tarbiyah Islamiyah (IPTI) pada 4 Juli 1970 di Bukittinggi.
Dualisme PERTI - TARBIYAH di masa orde baru berdampak pada kevakuman organisasi serumpun PERTI - TARBIYAH. Eksistensi OPI secara nasional terakhir kali tercatat sampai akhir 80-an dan baru mulai dirintis kembali pada tahun 2008 di Aceh Barat Daya dengan mengadopsi AD/ART OPI tahun 1984. Di sisi lain identitas OSTI di tiap MTI berbeda dan disesuaikan selayaknya OSIS pada MTI.
Menurut Rozal Nawafil yang juga merupakan Wakil Ketua PD OPI Aceh, PERTI selama ini tidak serius menghidupkan organisasi serumpunnya khususnya di tingkat pelajar. Padahal pada Munas dan Muktamar Islah Tarbiyah-Perti tahun 2016, Persatuan Tarbiyah Islamiyah saat itu mengakui eksistensi dua organisasi serumpunnya di tingkat pelajar yaitu Organisasi Siswa Tarbiyah Islamiyah (OSTI) dan Organisasi Pelajar Islam (OPI).
Dalam Rakernas tahun 2021 juga muncul usulan untuk membentuk organisasi pelajar PERTI di seluruh Indonesia. Beberapa pucuk pimpinan Tarbiyah-Perti saat itu bahkan mengapresiasi keberadaan OPI di Aceh yang dinilai berhasil menjadi media perkaderan dan sosialisasi PERTI terhadap pelajar di akar rumput. Sayangnya, usulan pembentukan pengurus organisasi pelajar PERTI secara nasional tersebut hingga saat ini tidak pernah dilaksanakan.
Setelah muktamar tahun 2022, AD/ART PERTI terbaru secara eksplisit menyebut Persatuan Siswa Tarbiyah Islamiyah (PSTI) sebagai organisasi serumpun PERTI. Menurut Rozal, organisasi yang memiliki singkatan yang sama dengan Persatuan Sarjana Tarbiyah Islamiyah (PSTI) ini juga tidak jelas keberadaannya. Logonya entah apa, pengurusnya entah siapa, kantornya entah dimana, berdirinya entah kapan, pemilihan namanya entah darimana dan mengapa, AD/ART dan pendiriannya juga entah bagaimana. Jadi organisasi ini seperti hantu atau tidak berwujud.
"Keberadaan nama PSTI dalam AD/ART PERTI terbaru membuat bingung kader-kader muda PERTI di daerah. Dibanding PSTI, saya pribadi lebih setuju dinamakan Persatuan Pelajar Tarbiyah Islamiyah (PPTI). Mengingat juga Pemuda Persatuan Tarbiyah Islamiyah saat ini tidak menggunakan singkatan PPTI tapi PEMUDA PERTI. Atau dapat juga tetap menggunakan nama Organisasi Pelajar Islam (OPI), mengingat OPI sudah ada logo, hymne, atribut, silabus pengkaderan dan identitas lainnya", ujar Rozal.
Hal yang terpenting saat ini adalah harus ada niat yang lurus, komitmen yang kuat, dan usaha yang maksimal dari setiap stakeholders PERTI untuk menghidupkan kembali organisasi serumpun PERTI di tingkat pelajar.
"Ajaran ke-PERTI-an harus sudah ditanamkan sejak dini kepada setiap generasi penerus PERTI. Kini, anak-anak PERTI mulai dari TK sampai perguruan tinggi banyak bersekolah di lembaga pendidikan yang didirikan ormas lain yang ajarannya berbeda dengan PERTI. Hal ini yang mendasari pentingnya keberadaan organisasi serumpun PERTI mulai tingkat pelajar dan seterusnya. Sehingga kedepan akan lahir kader organisatoris dan ideologis yang militan kepada PERTI bukan kader karbitan yang cari hidup di PERTI", tutup Rozal.
Sementara itu, Fadhlurrahman, S.H., Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga, Informasi dan Komunikasi PB KMTI menjelaskan bahwa reformasi organisasi dan perubahan besar PERTI pasca muktamar bersama organisasi serumpun tahun 2022 menjadi faktor utama pentingnya pembentukan organisasi pelajar di tubuh PERTI.
“Secara implisit, istilah pelajar lebih luas cakupannya dibanding siswa. Hal inilah yang membuat PII, IPNU, IPM (sebelumnya disebut IRM), IPA (Alwashliyah), IPNW, IPP (PERSIS) dll menggunakan istilah pelajar dan bukan siswa. Makanya tidak heran ketua umum organisasi-organisasi tersebut jarang yang masih menempuh sekolah menengah. Salah satunya supaya lebih dapat mengembangkan organisasi,” imbuhnya.
Untuk itu, ia turut mengusulkan pembentukan Organisasi Pelajar Islam (OPI) secara nasional, sebagai wadah perkaderan kader masa depan PERTI di tingkat sekolah menengah. Sehingga melahirkan kader muda yang lebih matang kedepannya dengan paham Ahlussunnah wal Jama'ah Asy-Syafi'iyah.
“PERTI perlu menyiapkan perkaderan sejak dini. Ia mesti membangun jaringan kader di tingkat pelajar. Sehingga sejak sekolah menengah, pelajar sudah akrab dengan ajaran, identitas dan khittah perjuangan PERTI,” papar Fadhlurrahman.
Mahasiswa pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya ini memandang bahwa perkembangan teknologi informasi dan globalisasi menyadarkan tentang pentingnya membuat format perkaderan, terlebih juga pada subjek sasaran perkaderan.
“PERTI adalah Tarbiyah, Tarbiyah adalah Pendidikan, Pendidikan adalah Mengajar dan Belajar, Semuanya secara kental berobjek pada pelajar atau peserta didik. Inilah letak pentingnya sebuah organisasi pelajar. Yaitu untuk membentuk generasi penerus yang intelek, berakhlak mulia dan bermental pemimpin,” ujarnya.
Menanggapi usulan dua presidium PB KMTI tersebut, Ketua Umum PB KMTI, Muhammad Hidayatullah, L.c., S.Ag. menyampaikan dukungannya terhadap usulan tersebut. Kami yakin PERTI era sekarang akan mampu menyatukan organisasi serumpun PERTI di tingkat pelajar dan mendorong pendirian organisasi pelajar PERTI tersebut secara nasional
"Semoga usulan ini masuk dalam pembahasan Rakernas ke-III PERTI nantinya. Semoga dengan semakin banyak dan aktifnya organisasi-organisasi serumpun PERTI ke depan dapat memperingan dan mempercepat langkah perjuangan PERTI yang lebih maju, berkembang dan mendunia", harap mahasiswa pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut.